Jumat, 06 Maret 2015

PULANG

Pulang! Kita selalu rindu untuk pulang ke rumah, atau ke kampung halaman, tempat kita menjalani masa kanak-kanak. Maka setiap Idul Fitri, mudik senantiasa menjadi ritual yang sangat dinanti. Setiap Natal atau Paskah, pulang selalu menjadi kerinduan hati. Mengapa kita selalu rindu pulang? Karena di rumah atau di kampung halaman, tersimpan seribu satu kenangan. Di sana ada penerimaan dari orang-orang yang mengasihi kita, ada cinta dan damai yang tak terbahasakan tapi bisa dirasakan.

Salah satu cerita tentang pulang yang sangat indah ialah Kembalinya Si Anak Hilang, Injil hari  ini (7 Maret 2015). Apa yang mendorong si bungsu yang telah memboroskan harta itu ingin pulang? Kenangan akan kemurahan hati bapanya, yang memberi makanan berlimpah bukan hanya kepada anaknya, tetapi juga kepada hamba-hambanya. Juga kenangan akan penerimaan dan cinta dari orang-orang yang mengasihinya. Kenangan akan kemurahan hati, cinta dan penerimaan itulah mendorongnya pulang.

Sebelum pulang, ia telah bulat tekad ingin menjadi hamba ayahnya. Telah dirancangnya kata-katanya. Tetapi apa yang terjadi? Ketika ia masih jauh, bapanya telah melihat dia, kemudian tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Bapanya itu berlari mendapatkan dia, merangkul dan mencium dia. Bukan hanya itu! Ia memberikan pakaian terbaik, mengenakan cincin sebagai lambang wibawa, dan sepatu sebagai lambang manusia merdeka. Bukanya hanya itu! Ia memotong lembu tambun, lalu mereka berpesta. Dia tidak ingin anaknya itu jadi hamba, melainkan tetap jadi anak.

Ketika si sulung mengetahui apa yang terjadi, yaitu pesta akbar untuk adiknya yang pulang, yang menurut dia telah memboroskan harta dengan pelacur-pelacur,  dia tidak mau masuk ke rumah. Tidak adil, pikirnya. Dia protes besar kepada bapanya. Tetapi apa yang dilakukan bapanya? Dia tidak memarahi atau mengusirnya. Dia mengajaknya pulang ke rumah. Dia menyambut si bungsu dengan pelukan kasih, tetapi juga menuntun si sulung dengan kelembutan hatinya. Dia tidak mau satu pun hilang dari anak-anaknya. Betapa luar biasa bapa itu. Dan dia adalah Allah Bapa kita, yang tidak ingin satu orang pun dari kita hilang.

Apa reaksi anak sulung setelah bapa mengajaknya pulang ke rumah? Tidak dituliskan dalam Injil; dibiarkan terbuka. Kitalah anak sulung itu. Kitalah yang harus mengisi jawaban si anak sulung, dan melanjutkan kisah itu menjadi kisah kita sendiri, kisah antara kita dengan Allah. Apa reaksi dan jawaban kita terhadap ajakan pulang Sang Bapa yang penuh belas kasih itu?

Salamanca-Spanyol, 6 Maret 2015
Lamtarida Simbolon, O.Carm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar