Senin, 02 Maret 2015

ABRAHAM (Percik Prapaskah 2)

Malam yang satu itu membunuh tidur Abraham. Malam sebelum ia berangkat untuk mempersembahkan anaknya. Mengapa? Masakan ia bisa tidur mengingat perintah Tuhan yang mengatakan, “Abraham, ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran!” 

Tidak! Tidak mungkin ia bisa tidur. Ia pasti terkenang masa-masa penantian panjang akan janji Tuhan, yakni janji akan keturunan sebanyak pasir di pantai dan seperti bintang di langit. Di usianya yang hampir 100 tahun, Tuhan akhirnya menepati janji-Nya. Istrinya, Sara, melahirkan Ishak, anaknya. Terpujilah Tuhan! Pasti bukan main gembiranya Abraham saat itu. 

Akan tetapi, sekarang, Tuhan justru memerintahkan Abraham untuk menyembelih anak semata wayangnya, yang sangat ia kasihi itu, dan mengembalikan kepada Tuhan sebagai korban bakaran. Seribu satu tanya memenuhi pikiran dan hati Abraham pada malam itu. “Mengapa? Mengapa semua ini harus terjadi, Tuhan? Ketika aku sudah sangat renta, Kau kabulkan doaku. Kauberikan keturunan kepadaku. Tapi sesudah itu Kauhancurkan hidupku. Mengapa harus Kauambil kembali anak semata-wayangku yang telah Kauberikan itu?” Begitu kira-kira pertanyaan-pertanyaan Abraham sepanjang malam yang terasa amat panjang dan membunuh tidur itu. 

Pagi-pagi buta pun tiba. Abraham beserta anak dan kedua hambanya berangkat, dan setelah tiga hari tiba di tanah Moria, lalu ia mendirikan mezbah, mengikat anaknya Ishak, lalu mengambil pedangnya untuk membunuhnya. Tepat pada saat inilah malaikat Tuhan datang dan berseru, “Abraham, jangan bunuh anak itu. Telah kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Tuhan…engkau tidak segan-segan menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku…maka Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu sangat banyak seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut…oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi akan mendapat berkat. (Kej 22:15-18).” 

Kisahnya diakhiri di situ. Itulah Sabda Tuhan yang diperdengarkan kepada kita dalam Bacaan Pertama pada hari Minggu Prapaskah Kedua ini. Kita bisa melanjutkan ceritanya di dalam hati kita masing-masing, apa kira-kira yang dirasakan, dialami dan dilakukan Abraham setelah semua peristiwa yang luar biasa itu selesai. 

Pengalaman Abraham adalah pengalaman kita semua. Tak jarang Tuhan menguji ketahanan iman kita, mengambil apa yang paling berharga dari kita, dan membawa kita ke tempat yang sangat tidak pernah kita duga. Dan seperti Abraham pada malam sebelum pergi ke tanah Moria itu, seribu satu tanya menghinggapi pikiran dan hati kita. Mengapa? Mengapa dan mengapa? 

Yang luar biasa dari Abraham ialah, dia tetap beriman di tengah segala kepahitan, ketidakpastian bahkan kegelapan imannya. Iman yang kekanak-kanakan ialah merengek dan protes terus-menerus kepada Tuhan, sedangkan iman yang dewasa:  berjuang melakukan kehendak Tuhan di tengah segala kepahitan, ketidakpastian bahkan kegelapan hidup yang kita alami. Dan Tuhan tidak pernah lupa akan janji-Nya!

 Lamtarida Simbolon, O.Carm
Salamanca, 28 Februari 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar