Rabu, 29 April 2015

Yesus, Sang Murid dan Guru yang baik

Versi bahasa Indonesia

Yesus, Sang Murid dan Guru yang baik

“Datanglah kepada-Ku kalian semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu. Belajarlah pada-Ku karena Aku lembut dan rendah hati, dan kamu akan mendapat ketenangan.”

Sabda Yesus ini memberikan damai di dalam hati kita. Dia tahu dengan baik bahwa kita adalah orang-orang yang letih-lesu dan memiliki banyak persoalan. Karena itu Dia mengundang kita untuk beristirahat dalam Dia.

Nabi Yesaya berkata, “Tuhan Allah telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih-lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid.” (Yes 50:4). Nubuat Yesaya tentang Mesias hamba ini tergenapi dalam diri Yesus.

Yesus adalah mesias hamba, dan juga seorang murid, yang setiap hari mendengarkan Tuhan Sang Guru di dalam keheningan. Dia selalu pergi ke tempat hening untuk berdoa. Lalu, pada saat yang sama, Dia mengajar banyak orang, dan melalui Sabda-Nya meneguhkan orang-orang yang letih-lesu dan berbeban berat, mengampuni orang-orang berdosa, dan menguatkan orang-orang yang bermasalah dalam hidupnya. Pada saat yang sama, Yesus adalah Murid yang baik dan Guru yang baik.

Injil ini mengundang kita untuk belajar dari Yesus, Sang Murid dan Sang Guru. Biasanya kita hanya memperhatikan dimensi keguruan Yesus, dan kurang memperhatikan dimensi kemuridan-Nya. Sangat penting untuk menyadari bahwa Yesus, selain Guru yang baik, juga Murid yang baik. Hal ini membantu kita untuk meneladani-Nya supaya kita menjadi murid-murid yang baik. Di setiap sekolah selalu ada murid yang pintar-baik-suka menolong orang lain dalam mata pelajaran yang sulit. Yesus adalah Murid yang baik yang menolong kita untuk mendengarkan kehendak Allah dalam sekolah iman.

Dia juga adalah Guru yang baik. Sebagai Guru yang baik, Dia adalah pemandu kita dan mengajari kita banyak hal di dalam hidup. Kita sangat membutuhkan guru yang baik, atau supir atau pilot atau masinis atau apapun namanya. Yesus bukan hanya salah seorang dari guru terbaik, melainkan Sang Guru yang baik; satu-satunya Guru yang baik. Dia lembut dan rendah hati, dan juga memiliki kuasa untuk memberikan ketenangan ke dalam hati kita.

Dunia sekarang ini memberikan banyak sekali guru kepada kita: guru-guru yoga, guru-guru spiritual, para pemikir, orang-orang paranormal, para filosof, dsb. Akan tetapi, tidak ada seorang pun yang dapat melakukan sepperti yang dilakukan Yesus. Tidak ada seorang pun yang dapat berkata: “Datanglah kepada-Ku kalian semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu. Belajarlah pada-Ku karena Aku lembut dan rendah hati, dan kamu akan mendapat ketenangan.” Tidak ada! Hanya Yesus.

Kita mohon kepada Yesus, Sang Murid dan Sang Guru yang baik, supaya menolong dan mengajari kita selalu dalam sekolah kehidupan. Mari kita jadikan ayat-ayat suci nabi Yesaya berikut sebagai doa harian kita, sehingga Tuhan mengubah hati dan hidup kita menjadi murid-murid yang baik: “Tuhan Allah telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih-lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid.” (Yes 50:4).


Lamtarida Simbolon, O.Carm

Salamanca-Spanyol, 28 April 2015
(Homili pada misa devosi kepada Santo Yudas Tadeus, Rabu 29 April 2015)


versión española 

Jesús, el buen Discípulo y Maestro

«Venid a mí todos los que estáis fatigados y sobrecargados, y yo os daré descanso… aprended de mí, que soy manso y humilde de corazón; y hallaréis descanso para vuestras almas.»

Hermanos y hermanas, estas palabras de Jesús nos dan la paz en nuestro interior. Jesús sabe muy bien que estamos cansados en el camino de la vida, que tenemos tantos problemas. Por eso nos invita a descansar en Él. Es importante entender más allá de estas palabras, para que podamos captar lo que quiere decir el texto del evangelio.

El profeta Isaías decía“El Señor Yahvé me ha concedido el poder hablar como su discípulo, y ha puesto en mi boca las palabras para aconsejar al que está aburrido. Cada mañana, él me despierta y lo escucho como lo hacen los discípulos”. (Is 50,4)” Esta es la profecía de Isaías sobre el Mesías siervo, que se había cumplido en Jesus.

Jesús es el Mesías siervo, también El es un discípulo, que todos los días escucha al Maestro Dios en silencio; Él siempre va a un lugar y reza en silencio. Después, al mismo tiempo, enseña a la gente, da su palabra a los fatigados y agobiados, a los pobres, a los que tienen problemasde la vida, etc. Es decir, al mismo tiempo Jesús es el buen Discípulo y el buen Maestro.

Hermanos y hermanas, el evangelio de hoy nos invita a aprender del buen Discípulo y Maestro: Jesús. Normalmente tenemos en cuenta que Jesús es el Maestro, o sea, Dios y Señor. Hay que tener en cuenta que Jesús no sólo es el buen Maestro, sino también el buen Discípulo. Esta idea, que Jesús es el buen Discípulo, nos ayuda a imitarlo, para que seamos buenos discípulos. En cada escuela siempre hay uno o dos alumnos aventajados que ayudan a los otros para aprender las cosas más difíciles. Jesús es el buen discípulo, que nos ayuda a escuchar la voluntad del Padre, que nos ayuda en la escuela de la fe.

También, Él es el buen Maestro. Como el buen Maestro, Jesús es nuestro guía, que nos enseña en nuestra vida. Necesitamos un buen guía o chofer o piloto o maquinista, o lo que sea. Jesús no sólo uno de los mejores maestros, sino el Buen Maestro. Él es manso y humilde de corazón, y tiene poder de dar descanso a nuestras almas.

El mundo de hoy nos presenta muchísimos maestros (los maestros de yoga, los maestros espirituales, los pensadores, los filósofos, etc.) pero nadie puede hacer lo que hace Jesús. Nadie puede decir «Venid a mí todos los que estáis fatigados y sobrecargados, y yo os daré descanso…aprended de mí, que soy manso y humilde de corazón; y hallaréis descanso para vuestras almas.» ¡Nadie! ¡Solamente Jesús!

Hermanos y hermanas, le pedimos a Jesús, el buen Discípulo y Maestro que nos ayude y enseñe siempre en la escuela de la vida. Vamos a tener en cuenta las palabras del profeta Isaías (Is 50, 4): “El Señor Yahvé me ha concedido el poder hablar como su discípulo, y ha puesto en mi boca las palabras para aconsejar al que está aburrido. Cada mañana, él me despierta y lo escucho como lo hacen los discípulos”. Repitamos todos los días estas palabras en nuestra oración personal, para que el Señor nos transforme y seamos sus buenos discípulos. ¡Que así sea!


Lamtarida Simbolon, O.Carm

Salamanca-España, 28 de abril de 2015
(La homilía del miércoles, 29 de abril de 2015-misa de San Judas)



Sabtu, 25 April 2015

MENJADI GEMBALA YANG BAIK

(Versi bahasa Indonesia)

Menjadi gembala yang baik
(Yohanes 10:11-18)

Yesus: Sang gembala baik

“Tuhanlah gembalaku, takkan kekurangan aku.” (Mazmur 23). Mazmur ini merupakan salah satu ayat emas bagi semua orang Kristiani di mana pun. Ayat itu memberi kita gambaran yang sangat jelas tentang Tuhan: pastor atau gembala.
Dalam Injil hari ini kita bertemu dengan sang gembala yang baik itu, yaitu Yesus. Apa yang menjadi ukuran seorang gembala yang baik menurut Yesus? Pertama, Yesus berkata, “Aku datang suapaya mereka memiliki hidup, dan memilikinya dalam kelimpahan.” (Yoh 10:10). Yesus bekerja bagi sesama karena cinta, dan itu dilakukan demi kebaikan mereka. Yesus memberikan hidup-Nya dan mengasihi domba-domba-Nya hingga wafat di salib. Sebaliknya, seorang upahan bekerja demi upah, demi kepentingannya.
Ukuran kedua, seorang gembala mengenal domba-dombanya dan mereka mengenalnya. Mengenal bukan hanya tahu nama-nama mereka, melainkan memiliki relasi kasih dengan mereka. Yesus bersahabat dengan banyak orang (Lazarus, Marta dan Maria, Zakeus, Maria Magdalena dan masih banyak lagi). Sebaliknya, seorang upahan tidak ingin mengenal dan bersahabat dengan yang lain. Dia hanya ingin upah dan kepentingan pribadinya.

Undangan Yesus bagi para gembala Gereja

Injil hari ini mengundang semua orang Kristiani untuk menjadi gembala-gembala yang baik. Pertama-tama, Injil hari ini merupakan undangan, atau lebih baik, keharusan bagi para gembala gereja (para imam/romo, pendeta, biarawan/ti dan semua pelayan gereja). Yesus adalah teladan utama sebagai gembala yang baik. Dia mengenal domba-domba-Nya dan memberikan hidup-Nya bagi mereka, supaya mereka memiliki hidup dalam kelimpahan. Yesus ingin agar para gembala gereja menjadi gembala-gembala yang baik seperti Dia.
Yesus tidak menginginkan imam-imam atau pastor-pastor fungsionaris. Dia juga tidak menginginkan para gembalanya sebagai administrator yang baik. Juga tidak menginginkan para pastor-Nya sebagai ahli-ahli dalam berbagai bidang ilmu. Yesus ingin agar mereka menjadi gembala-gembala yang baik dan murah hati, dan memberikan hidup mereka untuk domba-dombanya. Betapa kerasnya tuntutan ini! Seringkali kami para pastor tidak sanggup melakukannya. Kedosaan, kerapuhan dan cacat-cela mengotori hati kami. Banyak juga dari kami (para pendeta dan romo) yang melayani bukan demi cinta, melainkan demi uang dan kepentingan pribadi.
Pada hari Minggu panggilan ini, Yesus mengundang para gembala-Nya untuk membarui panggilan mereka, untuk menjadi manusia-manusia Allah, menjadi saksi-saksi akan hidup yang akan datang itu (surga), menjadi pemimpin-pemimpin religius yang otentik, menjadi gembala-gembala yang baik dan murah hati. Saudara/i umat beriman semua, berdoalah bagi kami para gembala gereja supaya Yesus menolong kami menjadi gembala-gembala yang baik dan murah hati.

Undangan Yesus bagi semua orang Kristiani

Saudara/i, Inijl hari ini bukan hanya undangan bagi para gembala gereja, melainkan juga bagi semua orang Kristiani. Setiap orang Kristiani adalah pastor atau gembala bagi sesamanya. Yesus mengundang kita agar menjadi gembala-gembala yang baik satu sama lain. Yesus mengundang kita untuk hidup seperti Dia, yang mengenal domba-domba-Nya dan memberikan hidup-Nya bagi mereka. Setiap orang memiliki domba-dombanya: ada yang berdombakan umat beriman, anak-anak, saudara-saudari, siswa-siswi, pasangan hidup, para novis, komunitas-komunitas, dan sesama kita siapapun mereka. Sangat penting menanyakan hal-hal berikut: Siapa domba-dombaku? Apakah aku mengenal mereka? Siapakah aku bagi mereka, gembala atau upahan?
Berulangkali kita gagal mengasihi sesama kita, mengasihi domba-domba kita. Kadang kita berdoa: “Tuhan, aku suka akan perintah-perintah-Mu. Aku sangat suka akan ajaran-ajaran dan sabda-sabda-Mu. Tapi Tuhan, aku tidak sanggup melakukannya. Aku tidak mampu, Tuhan. Aku memiliki banyak kelemahan, kerapuhan, dosa-dosa. Aku tidak mampu mengampuni ayahku, saudaraku. Sesamaku tidak mau kukasihi.” Masih banyak deretan pembelaan diri lain yang bisa kita sambungkan ke dalam doa ini. Berulangkali kita gagal menjadi orang Kristini yang sebenarnya, gagal menjadi gembala-gembala yang baik bagi sesama.
Saudara-saudari, hari ini Yesus mengundang kita semua untuk bertobat. Dia mengundang kita untuk membarui hati kita, membarui cinta kasih kita. Kita adalah gembala bagi yang lain. Kita mohon kepada Tuhan supaya Dia menolong kita untuk hidup dengan cinta-Nya, supaya menjadi gembala-gembala yang baik di dalam hidup kita. Secara khusus kita juga berdoa supaya banyak orang muda mau mendengarkan panggilan Tuhan dan menjawab-Nya: “Ini aku Tuhan, utuslah aku!” Amin.

Salamanca-Spanyol, 25 April 2015.
(Homili pada hari Minggu Panggilan, 26 April 2015.)




(Versión española) 


Ser buenos pastores
 (Juan 10, 11-18)

Jesús: el buen Pastor
“El Señor es mi pastor, nada me falta.” Dice el salmo 23. A los cristianos en todo el mundo les encanta este salmo. El nos da una imagen muy clara del Señor: pastor. La imagen del pastor del rebaño en la pradera, que cuida a sus ovejas, nos ayuda a entender quién es nuestro Dios; qué bueno y qué misericordioso es el Señor.
En el evangelio de hoy, encontramos el buen pastor: Jesús. ¿Cuáles son los criterios del buen pastor, según Jesús? El primero, dijo,“Yo he venido para que tengan vida y la tengan en abundancia.” (Jn 10, 10). El buen pastor da su vida para que las ovejas tengan vida en abundancia. Jesús se ocupa también de otras por amor, por el bien de las personas. Jesús dio su vida y amó a sus ovejas hasta la cruz. Al contrario, el mercenario, o sea, asalariado se ocupa  de otras por salario, por su propio interés.
El segundo criterio, el buen pastor conoce a sus ovejas y ellas conocen al pastor. Conocer significa no sólo que puede nombrar a sus ovejas, sino también tiene relación con las personas por amistad. Jesús se relacionaba con tantas personas por amistad (Lázaro, María y Marta, Zaqueo, María Magdalena y los demás). Al contrario, al mercenario no le interesa conocer a las personas. Le interesan el salario y su propio bolsillo. 

La invitación de Jesús a los pastores de la iglesia
Hermanos y hermanas, el evangelio de hoy es una invitación a todos nosotros, los cristianos, para que seamos buenos pastores. En primer lugar, el evangelio de hoy es una invitación, o bien, una obligación para los pastores de la iglesia (los sacerdotes, los pastores, los religiosos). Jesús es el modelo del buen pastor que conoce a sus ovejas y les da su vida a ellas, para que tengan vida en abundancia. Jesús quiere que los pastores de la iglesia sean buenos pastores como Él.
Jesús no quiere pastores o sacerdotes funcionarios, ni buenos administradores, ni grandes especialistas de ciencias de diverso tipo. El quiere buenos pastores, que conocen a sus ovejas y dan su vida a ellas. ¡Que dura es esta obligación! Tantas veces no somos capaces hacerla. Tenemos tantos pecados, débiles, limites, que contaminan nuestros corazones. Muchas veces nosotros (los pastores de la iglesia) no cuidamos a las ovejas, no nos ocupamos de ellas por amor, sino por nuestros propios intereses.
En esta jornada mundial de las vocaciones, Jesús invita a los pastores de la iglesia, también a los candidatos (los novicios y pre-novicios), para renovar su vocación, para que sean hombres de Dios, testigos de una vida distinta de la terrena, auténticos líderes espirituales, y, sobre todo, para que sean buenos pastores. Hermanos y hermanas, oren y recen por nosotros (pastores de la iglesia) para que Jesús nos ayude a ser sus buenos pastores. 

La invitación de Jesús a todos cristianos
Hermanos y hermanas, el evangelio de hoy no es sólo para los pastores, sino también para todos los cristianos. La idea es: cada cristiano es pastor de su prójimo. Jesús nos invita para que seamos buenos pastores unos de otros. Jesús nos invita a vivir como Él, que da su vida a otros, que conoce a sus ovejas. Cada uno de nosotros tenemos nuestras ovejas: los fieles, los hijos, los hermanos, los discípulos, los novicios, los compañeros, la pareja, nuestros prójimos. Es importante identificar ¿quiénes son mis ovejas? ¿Las conozco o no? ¿Quién soy yo para ellas: pastor o mercenario?
Tantas veces fallamos al amar a nuestros prójimos, a nuestras ovejas. A veces rezamos “Señor, me gustan tus leyes, me encantan tus enseñanzas y tus palabras. Pero no soy capaz Señor. No puedo cumplirlas. Es que tengo muchas debilidades, límites. Es que no puedo perdonar a mi padre, a mi hermano. Es que mi prójimo no quiere que le ame. Es que, es que y es que. Amén.” Tantas veces, fallamos al ser cristianos, al ser buenos pastores unos de otros.
Hermanos y hermanas, hoy Jesús nos invita a convertirnos. Él nos invita a renovar nuestro amor, nuestro corazón. Somos pastores unos de otros. Le pedimos al Señor, para que nos ayude vivir con su amor, para que seamos buenos pastores en nuestra vida, y también, para que muchos jóvenes escuchen la vocación del Señor y le respondan, “¡Aquí estoy, Señor, envíame!”¡Que así sea!

Salamanca-España, 25 de abril de 2015

(La homilía para el domingo de la jornada de las vocaciones, 26 de abril de 2015)





Selasa, 21 April 2015

Orang yang percaya kepada-Ku tidak akan haus lagi?

Orang yang percaya kepada-Ku tidak akan haus lagi?

“Akulah roti hidup. Barangsiapa datang kepada-Ku tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku tidak akan haus lagi.” (Yoh 6:35).

Kita adalah orang-orang yang haus dan lapar. Kita memiliki banyak kebutuhan yangtidak terpenuhi. (Ingat hirarki kebutuhan dasar menurut Maslow: http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_hierarki_kebutuhan_Maslow .  Kebutuhan-kebutuhan kita itu tidak pernah terpenuhi semua. Kita butuh makan, tubuh sehat, rumah yang layak dsb, tetapi banyak di antara kita yang bahkan makan pun terancam, sakit dan tidak punya rumah. Kita butuh rasa aman, tapi dunia memaksa kita takut dan saling tidak percaya.

Kita butuh dicintai dan mencintai, tapi banyak dari antara kita yang tidak menemukannya, bahkan meragukan cinta dan kasih sayang. Kita butuh dihargai dan diterima, tetapi banyak dari kita yang ditolak. Kita butuh berpartisipasi dalam kehidupan, keluarga, masyarakat dan dunia, tetapi banyak dari antara kita yang merasa tidak mampu berbuat apa-apa. Kita terus-menerus haus dan lapar akan kebutuhan-kebutuhan itu.

Di tengah kehausan dan kelaparan itu kita mendengar Sabda Yesus hari ini “Barangsiapa datang kepada-Ku tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku tidak akan haus lagi.” Lalu apa arti Sabda ini? Apakah hal itu benar? Tidak dan iya. Tidak, dalam arti: orang yang beriman kepada Yesus tidak serta-merta hidup berkecukupan dan terpenuhi semua. Iya, dalam arti: orang yang memiliki relasi yang dekat dengan Tuhan Yesus, mempunyai daya juang yang tinggi dalam hidup. Ia tetap tenang berjuang, bekerja, meski masih banyak kebutuhan yang belum terpenuhi. Ia punya kekuatan karena percaya Tuhan menyertainya.

Kedua, orang yang sungguh beriman kepada Yesus tidak berfokus kepada pemenuhan kehausan-kehasuan yang belum dimiliki itu, melainkan BERSYUKUR akan apa yang dimiliki SEKARANG ini. Yang sungguh-sungguh real itu bukan yang belum ada dan bukan juga yang sudah lewat, tetapi yang sekarang ini ada. Orang yang memiliki iman yang dewasa, memiliki damai yang berasal dari Tuhan di dalam hatinya. Karena ia sudah memilikinya di dalam dirinya, maka ia tidak lagi pusing mencari-cari di luar dirinya.

“Tuhan Yesus, berilah kami roti hidup itu senantiasa, yaitu Engkau sendiri, supaya kami tidak haus dan lapar lagi. Amin.”

Salamanca-Spanyol, 20 April 2015
Pastor Lamtarida Simbolon, O.Carm

Sabtu, 18 April 2015

MENJADI SAKSI KRISTUS DI INTERNET

Menjadi saksi Kristus di Internet

Internet adalah "ladang Tuhan" yang mahaluas, yang harus kita lihat dengan penuh harapan dan kegembiraan. Ke situ kabar gembira harus diwartakan. Haaa??? Apa mungkin?  Bukankah di Internet itu ada banyak pornografi dan hiburan yang tidak sehat lainnya? Iya, betul. Di Internet itu semua berbaur: yang baik dan yang jahat, yang hitam dan yang putih, yang profan dan yang suci. Sama seperti dunia.

Menariknya, Yesus masuk ke dalam dunia yang seperti itu, mau menjadi manusia di tengah-tengah segala kedosaan dan kejahatan manusia itu, untuk menyucikannya. Betapa luar biasa Yesus itu. Dia tidak hanya bermeditasi di tempat sunyi, tetapi pergi ke pinggiran kehidupan, ke tempat orang-orang berdosa, menyembuhkan, mengampuni, memberi makan.

Dia tidak hanya membaca Kitab Suci tetapi mewartakan kabar gembira dengan kehadirannya dan seringkali tanpa kata; kepada para petinggi agama, kepada “para koruptor” seperti Matius dan Zakeus. Ah...betapa bersyukurnya kita memiliki Tuhan Yesus yang mau menceburkan diri-Nya ke tengah-tengah manusia yang berlumur dosa dan kejahatan itu.

Itu sedikit inspirasi Kitab Suci. Kembali ke Internet. Tadi saya katakan bahwa Internet adalah ladang pewartaan, ladang untuk ditaburi Injil. Dua kata yang penting di sini ialah “ladang” dan “Injil”. Pertama, ladang. Sangat penting kita ingat dan kenali “jenis-jenis tanah” internet beserta dengan segala karakternya: tanah Facebok, tanah Twitter, tanah Google+ dan sosial media lainnya; tanah blog dan website, tanah Youtube dsb.

Ini bukan pekerjaan yang mudah, karena semua “tanah” memiliki karakternya dan berinovasi dengan sangat cepat. Maka penting mempelajari terus-menerus dan mengikuti perkembangannya. Pertanyaan sederhana seorang pewarta Injil, pewartaan seperti apa yang cocok di tanah jenis A, B, C dst? Bagaimana supaya pesan Injil itu sampai kepada orang yang membaca atau atau mengunjungi halaman sosial media kita?

Ini juga bukan pekerjaan yang mudah. Catatan kecil: orang-orang di Internet pada umumnya suka durasi singkat, suka gambar, video yang menarik, sedikit kata. Singkatnya: gabungan antara teks-audio-gambar-video. Melalui media itulah pesan Injil harus dikemas, dibungkus.

Kedua, Injil. Inijl seperti apa yang dimaksud? Apa cukup hanya menempelkan teks-teks Kitab Suci? Apa cukup hanya memosting khotbah atau renungan yang panjang-panjang? Tentu saja tidak. Injil yang dimaksud dalam arti luas. Saya sering menyempatkan diri membaca dan melihat apa yang diposting oleh teman-teman di facebook. Harus saya acungi jempol, bahwa banyak teman yang sudah menjadi pewarta kabar gembira. Ada yang memosting gambar yang memiliki pesan yang luar biasa, ada yang memosting kata-kata bijaksana, renungan singkat, video inspiratif dan hal-hal positif lainnya.

Injil itu harus diterjemahkan ke dalam banyak bentuk sehingga pesannya sampai kepada semakin banyak orang. Tentu saja menjadi sangat sempit dan merugikan kalau facebook hanya menjadi tempat mengumpat, mengumbar perasaan, mengintip profil dan status orang lain atau tempat pelarían dan menghabiskan waktu.  

Melihat Internet sebagai ladang pewartaan Injil dengan penuh harapan dan kegembiraan! Pernyataan ini sangat penting dan mendesak. Mengapa? Karena, sekarang ini, Internetlah pertemuan publik yang paling besar dan itu terjadi setiap saat. Tentu saja sangat penting pergi ke Ekaristi, kebaktian dan pertemuan-pertemuan lainnya. Tetapi seperti saya katakan tadi, tanah Internet ini memiliki cirinya tersendiri dan harus dilihat dengan penuh harapan dan kegembiraan. Mengapa?

Mari kita sejenak melihat statistik pengguna Internet. Sekarang ini penduduk dunia sekitar 7,1 milyar. Dari jumalah itu, 3 milyar (atau sekitar 40 %) terhubungan ke Internet. Anda bisa melihat statistiknya di sini http://www.internetworldstats.com/stats.htm. Data yang mencengangkan! Ke depan, akan semakin cepat dan semakin banyak orang terhubung ke Internet. Mark Zuckerber (pemimpin Facebook) melalui proyek Internet.org (http://internet.org/about) sedang berjuang berkolaborasi dengan banyak pihak untuk membuat agar semua manusia di atas bumi ini terhubung dengan internet. Tentu saja ini mimpi yang sangat besar. Tetapi, bukankah mimpi adalah kunci? Kita tidak akan  mengenal Google, Facebook, Yahoo kalau para pendirinya itu tidak punya mimpi besar dulunya.

Apa yang mau saya sampaikan sebenarnya? Mari sejenak minilik Injil pada Minggu Paskah III ini. Di akhir Injil hari ini dikatakan bahwa Mesias yang tersalib dan bangkit itu harus diwartakan, dan dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa mulai dari Yerusalem. Yesus berkata “Kamu adalah saksi dari semua ini.”

Kita adalah saksi-saksi Kristus yang tersalib dan bangkit itu, saksi-saksi pertobatan dan pengampunan dosa, saksi-saksi kabar gembira di dalam konteks hidup kita masing-masing. Kita semua. Sekali lagi, kita semua (paus, uskup, pastor, pendeta, suster, para pelayan gereja, dan setiap umat beriman). Kita semua adakah saksi.

Paus Fransiskus berkata bahwa kita harus mewartakan Injil ke pinggiran-pinggiran kehidupan; ke berbagai tempat di mana orang berkumpul, di mana orang mengalami kesepian, kehilangan semangat hidup, dan juga mencari Tuhan. Dan sekarang ini, salah satu pinggiran kehidupan itu ialah Internet dan berbagai sosial medianya. Di sana banyak orang yang merindukan kabar gembira, merindukan kesaksian hidup kita yang otentik.

Internet adalah salah satu tempat kesaksian dan pewartaan kita, yang harus dilihat dengan penuh harapan dan kegembiraan. Biarlah kabar gembira itu sampai kepada semakin banyak orang melalui keterlibatan kita dalam web atau blog, melalui status atau gambar dan video yang kita posting di facebook, di Twitter, di Google+ dan sosial media lainnya. Tuhan memberkati kita semua dan memberkati seluruh pewartaan dan kesaksian kita.


Salamanca-Spanyol, 18 April 2015

Pastor Lamtarida Simbolon, O.Carm


Sabtu, 11 April 2015

DAMAI SEJAHTERA BAGI KAMU (Percik Minggu Paskah II)

Damai Sejahtera bagi kamu! 
(Percik Minggu Paskah II) 

Bayang-bayang penyaliban Yesus itu masih sangat segar dalam ingatan para murid Yesus. Meski demikian, mereka berkumpul juga, tetapi dengan pintu-pintu yang terkunci. Saya membayangkan mereka berkumpul dengan berat hati karena masih trauma; juga dengan rasa marah terhadap semua orang yang terlibat dalam pembunuhan Yesus itu, namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa; juga dengan rasa gusar antara percaya dan tidak terhadap para perempuan yang mengabarkan bahwa Yesus tidak lagi berada di kubur. 

Pada saat itu, Yesus datang dan berdiri di tengah-tengah mereka sambil berkata "Damai sejahtera bagi kamu." Kata-kata damai sejahtera ini diulangi sampai tiga kali (Yoh 20:19, 21, 26). Damai sejahtera macam apa yang diberikan Yesus ini? Bukan sebatas damai karena tidak ada lagi masalah. Bukan sebatas damai karena tidak ada lagi perang. Juga bukan sekadar damai karena perasaan bahagia karena mendapat suatu hal. Bukan! Damai yang diberikan Yesus ini adalah damai sejahtera yang dimiliki Allah sendiri, yang tidak bisa dirusak dan dicuri oleh siapapun. Damai sejahtera ini adalah damai abadi milik Allah. 

Damai sejahtera milik Allah inilah yang diberikan Yesus kepada murid-murid-Nya, sehingga sesudah itu, para murid tidak takut lagi untuk bersaksi; tidak takut lagi untuk mewartakan kabar gembira; bahkan tidak takut menderita, dibunuh dan disalibkan seperti Yesus. Damai sejahtera itu tinggal tetap di dalam hati mereka. Tidak ada siapa pun yang bisa mencuri damai itu, karena tersimpan rapi di dalam hati.

Damai sejahtera itu pulalah yang telah diberikan Tuhan Yesus kepada kita. Damai sejahtera itu telah diletakkan di dalam hati kita. Damai itu tidak bisa diambil atau dicuri oleh siapa pun; tidak bisa dirusak oleh apa atau siapa pun. Damai itu terus-menerus tinggal di dalam hati kita yang paling dalam. Apakah Anda merasakannya? Harus diakui, seringkali sangat sulit merasakan damai itu. Kadang kita berada di antara yakin dan tidak, apakah benar damai sejahtera itu diberikan Yesus dan tinggal di dalam hati kita atau tidak.

Hal yang sangat penting harus kita ketahui dan imani ialah bahwa rahmat Tuhan itu tidak sebatas perasaan. Perasaan kita berubah-ubah terus-menerus seiring dengan perubahan-perubahan situasi hidup kita. Kadang kita senang karena kehidupan berjalan baik, pekerjaan lancar, hidup sehat, keluarga baik-baik. Tapi ketika datang penyakit, keluarga mengalami masalah, uang tidak lancar, perasaan kita bisa berubah total. Kita bisa tiba-tiba marah, putus asa bahkan kehilangan iman. 

Perasaan-perasaan kita selalu berubah-ubah, tetapi rahmat Tuhan itu tetap. Damai sejahtera yang telah diberikan Tuhan kepada kita (melalui baptis, Ekaristi, Sabda dan sarana-sarana lain) tinggal tetap di dalam hati kita. Maka, sangat penting untuk meyakini damai sejahtera yang ada di dalam hati kita ini; memanggilnya ke alam sadar setiap hari; menjadikannya sebagai doa. 

Kita bisa mendoakan "damai" atau "damai sejahtera" atau "shalom" atau "damai Tuhan tinggal di dalam hatiku"; kita bisa mengulang-ulanginya setiap hari, bahkan setiap saat. Dengan demikian, damai sejahtera itu bukan hanya di alam pikiran, tetapi mendarah-daging dan mewujud di dalam hidup kita. 

Damai sejahtera yang sungguh-sungguh kita alami, kita rasakan, kita hidupi inilah yang membuat kita tidak takut lagi dalam hidup; tidak galau-gelisah dengan masalah yang datang silih berganti, tidak takut untuk menjadi saksi-saksi Kristus. "Damai sejahtera kutinggalkan bagimu, damai sejahterak-Ku kuberikan kepadamu!" 

Pastor Lamtarida Simbolon, O.Carm
Onda-Valencia, Spanyol, 11 April 2015 (Minggu Paskah II)