Namanya Christa
(bukan nama sebenarnya). Di remang malam itu ia terisak-isak. “Aku ingin
meninggalkanmu, Tuhan Yesus.” Ucapnya. “Tuntutan-Mu sangat berat.
Aku tidak bisa mengampuni orang yang menyakitiku sampai sekarang. Setiap kali
aku mendoakan Bapa Kami, aku tidak sanggup mengucapkan ‘seperti kami pun
mengampuni yang bersalah kepada kami.’ Aku gagal mengampuni dan mengasihi,
Tuhan. Aku hanya bersembunyi di balik Kekristenanku. Untuk apa aku menjadi
Kristiani kalau aku tidak bisa melakukan ajaran-Mu?” Beberapa minggu kemudian,
Christa meninggalkan imannya.
Tidak banyak dari
kita seperti Christa: berani meninggalkan imannya karena tidak sanggup
melakukan ajaran Yesus. Apakah Christa terlalu perfeksionis? Apakah ia salah
memahami ajaran Yesus? Tidak! Justru dia sangat memahami, bahwa menjadi orang
Kristiani itu tuntutan utamanya MENGASIHI; dan wujud nyata dari mengasihi ialah
MENGAMPUNI. Christa tahu persis, orang yang tidak bisa mengampuni tidak bisa
mengasihi dengan tulus. Ia tidak mau hidup dalam kepura-puraan dan kepalsuan.
Ia mau jujur terhadap Tuhan dan terhadap dirinya sendiri.
Tuhan sangat tahu
bahwa penghuni dunia ini adalah orang-orang berdosa. Tapi apa yang dia lakukan?
Ia mengampuni dan mengasihinya. Ia mengutus Anak-Nya yang tunggal, supaya dunia
ini tidak binasa, melainkan selamat dan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16). Meskipun
demikian, manusia itu tetap juga susah mengampuni dan mengasihi. Dan khirnya,
begitulah terus kehidupan. Menjadi Kristiani menjadi beban atau formalitas. Beban,
karena merasa belum mampu melakukan ajaran Tuhan. Formalitas, bagi orang yang
tidak peduli akan hidup rohaninya; yang penting beragama, atau yang penting ke
gereja. Sampai kapan? Mungkin ketika sudah mati baru kita sadar. Tapi apa
artinya? Semua sudah terlambat.
Mengampuni membuat
kita gembira dalam hidup. Mengampuni keluarga, orang-orang yang menyakiti kita,
daan juga mengampuni masa lalu, membuat hidup kita ringan. Tenang. Gembira. Dan
akhirnya, mengampuni membuat kita bisa total mengasihi. Total melakukan
karya-karya baik dalam hidup kita. Total menjadi ibu rumah tangga. Menjadi
ayah. Total menjadi imam, biarawan-biarawati. Total belajar. Bekerja. Total
dalam kehidupan. Dengan demikian, hidup kita menjadi kabar baik bagi orang lain.
Hidup kita menghasilkan buah-buah yang baik bagi keluarga, sesama, rekan,
tetangga, dan juga bagi dunia.
Tiga tahun
setelah meninggalkan imannya, Christa menemani saudaranya, Christian, yang
sakit keras menjelang ajalnya. Cristian tiap hari menjerit, menangis, meratapi
segala sikapnya dan kesalahannya terhadap orang tuanya. Maklum, dia tidak bisa
memaafkan dan tidak mau minta maaf kepada ayahnya, hingga ayahnya meninggal. Dan akhirnya Christian meninggal tanpa berhasil minta
maaf dan memaafkan orang tuanya. Semua sudah terlambat. Hari-hari sesudahnya,
Christa kembali kepada imannya, kembali kepada Yesus. Peristiwa itu telah mengubah hidupnya seratus
delapan puluh derajat. Sejak hari itu, ia mengampuni dan mengasihi secara
total. Di kamarnya ada satu lukisan, yang selalu ia baca sebelum tidur dan sesudah bangun, “Saat aku belum bisa mengampuni, aku belum menjadi Kristiani.”
Salamanca, 14
Maret 2015
Lamtarida Simbolon, O.Carm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar