Minggu, 31 Mei 2015

Pendalaman Iman Pribadi

Pendalaman Iman Pribadi

Injil hari ini kembali mendorong kita untuk menjadi saksi Kristus di zaman modern ini. Isi tugas perutusan tetap sama di setiap zaman: 1) Jadikanlah semua bangsa murid-Ku. Murid berarti dia yang selalu belajar pada guru. Menjadikan semua bangsa menjadi orang yang selalu belajar pada Yesus, Sang Guru, menjadi tugas perutusan yang penuh dengan salib dan penderitaan sepanjang masa. Orang selalu ingin otonom, mandiri dan tidak tergantung kepada siapapun, meskipun sebenarnya mustahil karena kita hidup karena orang lain. Mentalitas di dunia kita yang semakin sekular ini ialah: Aku adalah tuhan bagi diriku sendiri. Orang semakin meninggalkan Tuhan.

2) Baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Yesus mensyaratkan baptisan sebagai pintu masuk ke dalam Dia, untuk bersatu dengan Dia di dalam rumah. Membaptis orang tidak cukup hanya menyiramkan air kepada ribuan orang atau menenggelamkannya ke dalam air, melainkan butuh pendidikan iman (pemahaman dan penghayatan) sehingga seringkali makan banyak waktu. 3) Ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuajarkan kepadamu. Proses inilah yang berlangsung setiap waktu: mengajarkan kepada para pengikut Yesus segala yang diajarkan Yesus. Tidak mengajarkan ajaranku, melainkah ajaran Yesus. Banyak pengajar yang lebih menekankan ajarannya sendiri, pendapatnya sendiri, keinginannya sendiri daripada ajaran dan kehendak Yesus.

Tugas perutusan ini juga sangat tidak mudah di zaman kita ini. Mengapa? Karena orang semakin tidak tertarik dengan hal-hal yang berkaitan dengan iman; yang menanrik bagi orang-orang zaman sekarang adalah ekonomi dan uang serta segala yang berkaitan dengan kesuksesan, hidup tenang-senang-nyaman tanpa beban salib. Semakin sedikit orang  yang mau mendidikkan iman di dalam keluarganya, semakin sedikit orang yang mau menjadi katekis dan pengajar-pengajar iman. Kita membutuhkan pengajar-pengajar iman yang otentik (baik melalui peri hidup maupun pengajarannya) karena tidak mudah memahami kehendak Tuhan itu. Tentu saja setiap orang bisa menafsirkan sendiri Kitab Suci atau kehendak Tuhan, tetapi keterbatasan manusia sering membuat kita keliru memahaminya.

Hari ini kita merayakan Hari Raya Tritunggal Mahakudus. Ajaran iman ini, sebagaimana ajaran iman yang lain (Kitab Suci, Sakramen-sakramen, doa, dsb)  membutuhkan pemahaman dan penghayatan. Mengapa harus dipahami dan tidak cukup hanya dihayati? Karena Tuhan memberi kita akal budi dan meminta kita beriman dan mengasihi sesama dengan segenap hati, segenap jiwa, akal budi dan kekuatan. Mempertanggung-jawabkan iman itu merupakan salah satu yang sangat penting di zaman kita ini, zaman yang semakin merelatifkan kebenaran, zaman di mana kita dibanjiri jutaan informasi setiap saat. Albert Einstein mengatakan: ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh. Kita butuh bukan hanya menghayati tetapi juga memahami ajaran iman kita. Sangat penting kita mendalami iman, melakukan katekese pribadi terus-menerus.


Catatan:
Bagi Anda yang ingin memperdalam imannya, bisa melakukan Katekese pribadi melalui alat-alat teknologi-komunikasi Anda. Sekarang ada banyak Website yang menyediakan ruang Katekese. Di sini saya cantumkan beberapa: Situs Katolisistas (http://www.katolisitas.org) , situs Iman Katolik (http://www.imankatolik.or.id/f.php?f=index1.html). Di situ Anda bisa belajar banyak tentang iman, bagaimana menghayati dan mempertanggung-jawabkannya. Anda bisa juga membaca Bacaan Harian di berbagai aplikasi di Android atau AppStore. Atau jika Anda lebih suka membaca di Website, Anda bisa membaca di sini: http://www.parokimbk.or.id/renungan/harian/. Website renungan harian ini menyediakan teks bacaan harian, audio bacaan harian dan renungan harian di Youtube. Bagi Anda yang hanya ingin mendengarkan renungan, ada juga situs Daily Fresh Juice (http://dailyfreshjuice.net). Bagi Anda yang menggunakan produk Apple, Fres Juice tersedia juga di iTunes atau Podcast. Demikian catatan saya sedikit tentang Katekese pribadi yang bisa dengan mudah kita lakukan di zaman teknologi ini.


Pastor Lamtarida Simbolon, O.Carm
Salamanca-Spanyol, 31 Mei 2015
Selamat Hari Raya Tritunggal Mahakudus    




Sabtu, 23 Mei 2015

Homili terakhir Beato Óscar Romero

Homili terakhir Beato Óscar Romero


Kali ini saya tidak ingin menulis renungan atau homili saya sendiri, melainkan homili terakhir dari Beato Óscar Romero, yang hari ini (23 Mei 2015) dibeatifikasi di San Salvador, Amerika Latin. Sebelumnya, saya ingin menuliskan sejarah hidupnya secara singkat.

Óscar Romero lahir di Ciudad Barrios, El Salvador, 15 Agustus 1917. Ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 4 April 1942, dan sebagai uskup ditahbiskan pada 21 Juni 1970. Meninggal dunia karena ditembak mati pada tanggal 24 Maret 1980 pada usia 62 tahun. Dibeatifikasi pada tanggal 23 Mei 2015. Peringatan liturgi Beato Óscar Romero jatuh pada tanggal 24 Maret.

Uskup Romero (uskup agung San Salvador 1977-1980) adalah seorang pembela hak-hak kaum miskin. Selama kurang-lebih 12 tahun (1980-1992) terjadi perang sivil di negara El Salvador yang menumpahkan banyak darah dan merenggut kurang-lebih 80.000 nyawa dan 12.000 hilang (menurut BBC). Melalui homili-homilinya, Uskup Romero tidak takut mengkritik pemerintah yang menurutnya tidak membela malahan membunuh para petani, membunuh orang-orang miskin. Sehari sebelum ia ditembak mati, tepat pada hari Minggu Palma 23 Maret 1980, dia berkhotbah di gereja katedral sebagai berikut:

“Saya ingin meminta secara khusus kepada para tentara. Secara konkret saya minta kepada  Tentara Nasional, polisi dan barak-barak tentara. Saudara-saudara, Anda membunuh saudara-saudari Anda sendiri, para petani, yang berasal dari daerah yang sama dengan Anda. Sebelum melakukan hukum yang diberikan manusia, Anda harus lebih dahulu menaati hukum Allah yang berbunyi: Jangan membunuh! Seorang prajurit tidak harus menaati hukum yang melawan hukum Allah. Tak seorang pun harus menaati hukum yang tak bermoral. Sekarang waktunya untuk membangkitkan hati nurani, menaatinya daripada menuruti hukum dosa.

Gereja, sebagai pembela hak-hak Allah, hukum-hukum Allah, pembela martabat dan pribadi manusia, tidak bisa tinggal diam di hadapan begitu banyak kekejaman. Kami ingin pemerintah secara serius menanggapi bahwa pembaruan-pembaruan tidak ada artinya kalau harus dibayar dengan begitu banyak pertumpahan darah. Dalam nama Tuhan dan dalam nama penderitaan begitu banyak rakyat, yang jeritannya setiap hari meraung-raung naik ke surga, saya memohon kepada Anda, saya meminta kepada Anda, saya memerintahkan Anda dalam nama Tuhan: hentikan penindasan.”

Pada hari Senin 24 Maret 1980, sehari setelah Minggu Palma saat ia menyampaikan homili terakhir yang sangat keras itu, pada sore hari, ia merayakan misa di kapel rumah sakit Providencia Dei di San Salvador. Sesaat sebelum konsekrasi suci, sebuah peluru menembus jantungnya. Darah Yesus dalam Ekaristi itu bercampur menjadi satu dengan darah Óscar Romero. Pada hari ini (23 Mei 2015), 35 tahun sejak ia dibunuh, Romero dibeatifikasi di San Salvador dengan dihadiri sekitar 250.000 orang. Memang tepatlah seperti Mazmur tanggapan yang dinyanyikan pada hari beatifikasinya ini: "Orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan sorak-sorai." (Mazmur 126:5).

Pada suatu kali dia berkata, “Jika mereka membunuhku, aku akan bangkit kembali dalam diri orang-orang Salvador.” Kini, Romero bangkit bukan hanya dalam diri orang-orang Salvador, melainkan di hati begitu banyak umat Kristiani di seluruh dunia. Kita harus belajar banyak darinya, bagaimana menjadi orang Kristiani yang sejati, bagaimana berkhotbah melalui kata-kata dan hidup kita, bagaimana menjadi saksi Kristus dan mewartakan kebenaran tanpa takut terhadap pihak-pihak yang menginjak-injak kebenaran, dan juga bagaimana menjadi orang Kristiani yang membela hak-hak orang miskin dan tertindas. Beato Óscar Romero, doakanlah kami!

Salamanca-Spanyol, 23 Mei 2015
Selamat Hari Pentakosta
Pastor Lamtarida Simbolon, O.Carm

Rabu, 20 Mei 2015

Catatan 33

Catatan 33

Terima kasih banyak atas doa-doa dan harapan-harapan Saudara-saudari semua. Dari semua ucapan-ucapan yang saya baca, sebagian besar berisi "Semoga romo tetap setia dalam panggilannya sebagai imam." Semoga Tuhan mendengarkan doa-doa dan harapan kita semua.

Usia 33 tahun, angka yang bagus, usia Yesus disalibkan, hahaha. Masih muda. Dalam renungan-renungan yang saya tulis maupun khotbahkan, saya selalu dan akan selalu mengulang-ulangi: "Panggilan kita adalah melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan di mana pun kita berada dan dalam kondisi apa pun."

Mungkin kita banyak masalah, mungkin kita miskin dan susah, mungkin kita mengalami "malam-malam yang sangat gelap" dalam hidup kita. Dalam semua situasi itu, kita tetap bisa melakukan yang paling baik yang bisa kita lakukan untuk saat itu dan dalam situasi itu. Waktu tidak akan terulang. Kalau selalu menunggu waktu yang tepat, atau menunggu sukses dulu baru berbuat yang terbaik, mungkin kita akan menyesal di hari tua, karena kita sadar belum melakukan apa-apa.

Bagi bapak-ibu dan saudara-saudari yang sudah berusia, melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan menjadi jalan-jalan kegembiraan, ketenangan dan cinta. Menyesali dan menangisi masa lalu akan membuat kita semakin susah dan jalan di tempat. Yang lalu tidak akan bisa lagi diapa-apakan. yang bisa diapa-apakan adalah yang saat ini.

Bagi kita yang masih muda, panggilan kita juga adalah melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan: untuk Tuhan, untuk dunia, untuk bangsa dan masyarakat, untuk Gereja, komunitas dan keluarga kita. Secara khusus bagi teman-teman yang merasa terpanggil menjadi pelayan-pelayan Tuhan (imam, pendeta, biarawan-biarawati, pelayan-pelayan Gereja), jangan takut berkata "ya" kepada Tuhan. Jalan ini suci dan baik, tempuhlah jalan ini! Menjadi pelayan-pelayan Tuhan merupakan salah satu jalan untuk melakukan yang terbaik bagi-Nya, bagi dunia, masyarakat manusia dan Gereja. Kita membutuhkan dunia yang lebih baik. Dan jalan yang ditawarkan Yesus ialah untuk membuat dunia ini lebih baik.

Bagi Anda yang bekerja di mana pun dan sebagai apa pun, semua itu menjadi jalan-jalan atau tempat-tempat pengungakapan jati diri kita sebagai pengikut Yesus. Di mana pun kita bekerja dan melayani, di situlah kita melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan untuk Tuhan, dunia, masyarakat manusia.

Berjuang melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan merupakan ungkapan nyata mengasihi Tuhan dan sesama dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dengan segenap akal budi dan dengan segenap kekuatan kita. (Markus 12:30). Sekian renungan kecil saya di angka 33 ini. Tuhan memberkati kita semua.

Salamanca-Spanyol, 19 Mei 2015.
Pastor Lamtarida Simbolon, O.Carm

Minggu, 17 Mei 2015

Doa Yesus untuk kita

Doa Yesus untuk kita

“Aku tidak meminta supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, melainkan supaya melindungi mereka dari yang jahat.” (Yoh 17:15).

Di dalam Injil yang singkat pada hari Minggu ini, terdapat kata “dunia” sebanyak 9 kali. Angka itu tentu memiliki makna penting. Dunia ini memiliki agenda yang berbeda dan seringkali berlawanan dengan agenda Tuhan. Yesus berdoa bagi murid-murid-Nya yang masih berada di dunia, sementara Ia sendiri naik ke surga. Isi doa Yesus: supaya Bapa memelihara para murid-Nya, dan melindungi mereka dari yang jahat selagi masih berada di dunia ini. Para murid diutus untuk mewartakan kabar gembira ke tengah dunia yang penuh dengan trick, kejahatan dan dosa ini.

Kita berada di dalam dunia. Kita menyaksikan korupsi yang tak habis-habis, perang yang tak kunjung berujung, dan juga aneka bencana alam yang terus-menerus terjadi. Di dalam lingkup yang lebih kecil pun, di rumah dan komunitas kita sendiri, di tempat kerja kita, di gereja kita sendiri, kita menyaksikan aneka trick licik atau peran-peran sandiwara, praktik-praktik kejahatan dan korupsi, dan berbagai kedosaan lainnya.

Apakah kita harus lari membenci dunia ini atau lari darinya? Yesus tidak berdoa supaya Bapa mengambil kita dari dunia ini, melainkan supaya melindugi kita dari yang jahat. Yesus tidak menyuruh para pengikut-Nya hidup terpisah dari dunia ini, melainkan mengutusnya ke tengah dunia ini yang dilumuri banyak dosa dan kejahatan ini. “Sama seperti Engkau mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku mengutus mereka ke dalam dunia.” (Yoh 17:18).

Yesus berdoa untuk kita semua, supaya tetap bersemangat berbuat baik, bersemangat mewartakan kabar gembira di tengah dunia kita yang seringkali penuh dengan tipu-muslihat ini. Panggilan kita ialah tetap berjuang melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan di mana pun kita berada dan dalam situasi apa pun. Biarlah kita juga belajar berdoa dari Yesus sendiri, “Bapa, aku tidak meminta kepadaMu supaya Engkau mengambil aku dari dunia ini, juga tidak meminta supaya membinasakan semua yang jahat, melainkan supaya Engkau melindungi kami dari yang jahat.”

Pastor Lamtarida Simbolon, O.Carm
Salamanca-Spanyol, 17 Mei 2015
Selamat Hari Komunikasi Sosial Sedunia







Minggu, 10 Mei 2015

Syarat yang tak tergapai?

Syarat yang tak tergapai? 

"Inilah perintah-Ku: kasihilah seorang akan yang lain." (Yoh 15:17). Inilah ideal atau dambaan tertinggi dari Kristianitas: kasih. Agama Kristiani adalah agama kasih. Seorang Kristiani ada untuk mengasihi. Sangat indah, bukan? Iya, Injil hari ini isinya tentang cinta, persahabatan sejati dan tentang mengasihi tanpa syarat. 

Akan tetapi, justru di sinilah titik lemah kita para pengikut Yesus. Kegagalan terbesar kita adalah gagal mengasihi sesama. Kita gagal mengasihi anggota keluarga dan komunitas kita, terlebih lagi mengasihi sesama yang jauh dengan kita atau tetangga, rekan kerja dst. Kita gagal mengasihi orang yang mengasihi kita, terlebih lagi mengasihi musuh kita. Dunia menertawakan Kristianitas, bukan karena ajarannya jelek dan tidak menarik, melainkan karena kita para pengikut Kristus gagal mengasihi satu sama lain. 

Injil hari ini nampaknya sangat indah dan lembut, namun sebenarnya sangat berat. "Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku." (Yoh 15:10). Lagi, "Kamu adalah sahabat-Ku jikalau kamu berbuat apa yang kuperintahkan kepadamu." (15:14). Perintah yang mana? MENGASIHI! Itu aja. Syarat inilah yang sering tidak disadari oleh kita para pengikut Yesus. 

Menjadi orang Kristiani itu bukan hanya soal pergi ke misa tiap hari Minggu atau tiap hari, bukan hanya soal membayar persepuluhan atau menjadi donatur gereja-gereja, bukan hanya berkhotbah berapi-api, bukan hanya soal pakai jubah menjadi imam, biarawan-biarawati, dsb. 

Ada dua jenis orang hebat dan luar biasa. Pertama, orang yang berkata "Yesus, aku tahu tuntutan-Mu sangat berat, tapi aku mau berjuang sampai berdarah-darah untuk melakukannya." Kedua, yang sama hebatnya dengan yang pertama, yang mengatakan, "Yesus, tuntutanmu sangat berat, aku tidak mampu melakukannya. Karena itu aku mau menghapus semua identitas Kekristenanku dari KTP dan dari seluruh hidupku, lalu meninggalkan-Mu." Perkataan ini keras. Siapa yang bertelinga, hendaklah ia mendengar! 

Salamanca-Spanyol, 10 Mei 2015
Selamat Hari MInggu Paskah VI
Lamtarida Simbolon, O.Carm

Minggu, 03 Mei 2015

Apa lebih baik meninggalkan Kristus?

Apa lebih baik meninggalkan Kristus?

Terkadang buah pohon anggur (atau durian, rambutan, mangga, atau pohon apa saja yang kita miliki) tidak begitu manis, atau bahkan sangat kecut. Terkadang juga pohon kita itu tidak berbuah banyak, atau bahkan tidak berbuah sama sekali.  Begitu juga dengan hidup setiap orang. Saya, Anda, kita semua terkadang seperti pohon itu.

Injil hari ini (Yoh 15:1-8) nampaknya sangat keras. Yesus memberikan dua pilihan: 1) Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak. 2) Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia tidak berbuah dan dibuang ke luar, menjadi kering lalu dibakar. Lalu bagaimana dengan "pohon" hidup atau diri kita yang sering tidak berbuah atau berbuah masam itu?

Apakah lebih baik meninggalkan Kristus supaya tidak ada tuntutan untuk berbuah atau berbuat baik atau mengasihi, mengampuni dan sejenisnya? Ada orang yang memilih begitu. Atau lebih baik tidak ke gereja supaya tidak mendengarkan Sabda Tuhan? Juga banyak yang memilih begini.

Injil itu bukan penyedap rasa yang selalu memberikan kelezatan kepada kehidupan kita; juga bukan coklat atau perment atau sejenisnya. Injil itu seperti cermin rohani, membantu kita melihat diri kita yang sebenarnya. Setelah bercermin dan melihat jenis kotoran atau penyakit, orang bebas memilih: membersihkan/mengobati atau membiarkan, dengan segala konsekuensinya. Yang jelas, berbuah banyak dan baik itu membahagiakan kita, sesama dan Tuhan.

Lamtarida Simbolon, O.Carm
Salamanca, 3 Mei 2015.