Dari keheningan ke belarasa
Saudara-saudari, kita berada di musim liburan. Di Eropa orang-orang sedang menikmati
liburan musim panas. Di Indonesia, orang-orang sedang menikmati libur lebaran.
Ada yang pergi mudik, pulang kampung, ada yang pergi ke kota-kota lain, ada
yang ke luar negeri dan ke berbagai tempat yang menarik, atau ke mana pun, di
mana orang bisa merasa senang, tenang, keluar dari rutinitas, jauh dari
persoalan-persoalan pekerjaan, dsb.
Yesus juga mengambil waktu untuk berlibur. Dalam Injil hari ini, ketika
para murid kembali dari pelayanan mereka dan menceritakan kepada Yesus tentang
semua yang mereka lakukan, Yesus berkata, “Mari
kita pergi ke tempat hening, berlibur dan beristirahat sejenak.” Yesus tahu
bahwa ada banyak pekerjaan; ada banyak orang yang membutuhkan pelayanan,
penyembuhan dan pengajaran. Akan tetapi, Dia ingin agar para murid-Nya
beristirahat sejenak, berada sendirian untuk memperdalam hidup rohani mereka.
Kesendirian Yesus bersama para murid-Nya bertujuan untuk mengevaluasi misi
dan pelayanan yang telah mereka lakukan, memaknainya supaya tidak hilang begitu
saja. Juga bertujuan untuk tinggal dalam keheningan, berdoa dan menjalin relasi
yang dekat dengan Tuhan. Dari keheningan itulah lahir pelayanan yang benar dan
bela rasa yang sejati. Kita lihat, setelah “liburan” dan setelah menjalani
kedekatan dengan Bapa dalam keheningan, Yesus merasa berbelaskasihan atau tergerak oleh belarasa akan orang
banyak yang bagaikan domba tak bergembala. Dia pun menggembalakan dan mengajar
mereka. Bela rasa terhadap sesama lahir dari keheningan hati.
Saudara-saudari, kisah Injil hari ini memberi kita inspirasi, betapa
penting tinggal dalam kesendirian dan keheningan. Berada dalam kesendirian dan keheningan
membantu kita untuk lebih mengenal diri kita; juga membantu kita untuk dekat
dengan Tuhan. Hal itu membuat kita nyaman dan gembira dengan hidup kita: merasa
nyaman dengan tubuh kita, semakin yakin dan gembira dengan pilihan hidup kita, semakin
mengenali tujuan-tujuan yang hendak kita perjuangkan, juga semakin mengenali keterbatasan-keterbatasan
kita yang kita coba terima dan atasi.
Berada dalam kesendirian dan keheningan membuat kita untuk hidup tidak
bermuka dua, hidup jujur dan tulus; juga menolong kita untuk berani memandang
dengan jernih dan tajam. Dengan demikian, kita akan berani mengucapkan
kata-kata yang kuat, tepat dan mendalam, karena keluar dari hati yang jernih
dan dari hidup yang utuh; kita akan menjadi gembala yang baik baik orang-orang
yang berjalan bersama kita, seperti yang dilakukan Yesus; dan kita akan memiliki
belarasa yang sejati terhadap sesama. Kita akan bisa menjadi gembala yang baik
bagi sesama kalau kita memiliki belarasa, dan belarasa yang sejati berakar
pada relasi yang mendalam dengan Tuhan.
Salamanca, 19
Juli 2015
Hari Minggu Biasa
XVI
Pastor A.C. Lamtarida Simbolon, O.Carm