Kamis, 16 Juli 2015

AWAN HARAPAN

Awan Harapan

Pada Hari Raya Maria Bunda Karmel ini, Injil mengajak kita untuk memandang Yesus yang tersalib, dan di sampingnya berdiri Maria dan para perempuan lain serta murid yang dikasihi Yesus. Pada sore yang memedihkan itu, Maria berada dalam situasi yang sangat sulit, saat menyaksikan anaknya berada di ambang kematian yang mengenaskan. Meskipun sangat sulit dan perih, sang ibu tidak meninggalkan anaknya. Dia berdiri teguh di kaki salib. Mungkin, dia mendengarkan kembali dalam hatinya, sabda malaikat pada waktu ia menerima kabar gembira, yang berkata, “Jangan takut, Maria.” Yesus, putranya, berkali-kali mengulangi hal yang sama kepada murid-murid-Nya: jangan takut! Dalam situasi yang teramat sulit itu, Maria memiliki awan harapan dalam hatinya, bahwa salib bukanlah akhir semuanya.
Pada saat itu Yesus berkata kepadanya, “Ibu, itulah anakmu.” Sejak saat itu, Maria menjadi ibu bagi semua orang yang percaya kepada Anaknya dan mengikuti-Nya. Sejak saat itu, Maria menjadi bunda Gereja, bunda semua orang beriman dan bunda semua umat manusia. Bagi para Karmelit juga, Maria senantiasa menjadi pelindung, ibu dan saudara. Dalam tradisi Karmel, yang terabadikan dalam lagu Flos Carmeli, Maria disebut mater mitis atau Bunda yang lembut dan penuh kasih. Relasi para Karmelit dengan Maria, ibunya, adalah hubungan yang penuh dengan kelembutan dan kasih sayang antara ibu dan anak. Apa pun yang terjadi terhadap si anak dan ke mana pun ia pergi, sang ibu yang lembut dan penuh kasih tidak pernah meninggalkannya, tidak pernah berhenti mencintainya. Begitulah kasih sayang Maria Bunda Karmel kepada anak-anaknya, kepada semua umat Kristiani dan kepada semua umat manusia. Dia senantiasa menjadi ibu yang penuh kelembutan dan kasih, yang menyertai anak-anaknya dalam situasi yang sangat sulit dan kompleks.
Saudara-i, bacaan pertama hari ini memberi kita suatu gambaran akan harapan. Sang pelayan berkata kepada Elia, “Awan sebesar telapak tangan naik dari laut.” Saya menganalogikan orang-orang Kristiani masa kini seperti awan kecil ini. Kita seperti awan sebesar telapak tangan di dunia ini. Kita adalah minoritas hampir dalam segala bidang; dalam segi jumlah, kekuatan, kesempatan dan peralatan. Kita tidak memiliki perlengkapan senjata; tidak memiliki apa-apa. Kita hidup di antara kekuatan-kekuatan besar ekonomi, politik dan raksasa konsumerisme. Umat Kristiani hanya seperti embun sebesar telapak tangan. Para Karmelit hanya seperti embun, barangkali jauh lebih kecil lagi dari telapak tangan. Demikian juga dengan keluarga-keluarga semua umat Kristiani di tengah-tengah masyarakat, hanya seperti setitik embun di tengah kemarau panjang. Akan tetapi, seperti dikatakan uskup agung Vietnam F.X. Nguyen van Thuan,  “Kita mengandalkan nama Tuhan. Kekuatan-kekuatan dunia ini akan jatuh satu per satu. Jangan takut!”
Kita adalah saksi-saksi harapan, iman dan cinta kasih, meskipun hanya sebesar awan berukuran telapak tangan. Maria Bunda Karmel selalu menjadi teladan yang sempurna yang tak pernah kehilangan harapan. Dia senantiasa menjadi awan harapan bagi dunia ini. Dalam diri Bunda Maria kita menemukan gambaran sempurna akan apa yang kita inginkan dan harapkan. Hidup bersama dia dan meneladannya, kita selalu belajar untuk tinggal di hadirat Allah. Dia tinggal di antara kita sebagai ibu dan saudari yang senantiasa memerhatikan kebutuhan-kebutuhan kita, senantiasa berjaga, berharap, merasakan dukacita dan sukacita hidup kita.
Skapulir Karmel adalah tanda cinta kasih keibuan dan perlindungan Maria yang melekat dalam hati kita. Kita lanjutkan perjalanan kita; jangan takut, meskipun kita hanyalah awan sebesar telapak tangan. Semoga Maria Bunda Karmel senantiasa menyertai kita dalam perjalanan hidup kita, dan kita senantiasa menjadi awan harapan, cinta kasih dan iman. Tuhan memberkati.


Salamanca-Spanyol, 16 Juli 2015
Pastor Lamtarida Simbolon, O.Carm

(Homili pada Hari Raya Santa Maria Bunda Karmel di gereja Santo Andreas, Salamanca)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar