Awan Harapan
Pada Hari Raya Maria Bunda Karmel ini, Injil mengajak kita untuk memandang
Yesus yang tersalib, dan di sampingnya berdiri Maria dan para perempuan lain serta
murid yang dikasihi Yesus. Pada sore yang memedihkan itu, Maria berada dalam
situasi yang sangat sulit, saat menyaksikan anaknya berada di ambang kematian
yang mengenaskan. Meskipun sangat sulit dan perih, sang ibu tidak meninggalkan
anaknya. Dia berdiri teguh di kaki salib. Mungkin, dia mendengarkan kembali
dalam hatinya, sabda malaikat pada waktu ia menerima kabar gembira, yang
berkata, “Jangan takut, Maria.” Yesus, putranya, berkali-kali mengulangi hal
yang sama kepada murid-murid-Nya: jangan takut! Dalam situasi yang teramat
sulit itu, Maria memiliki awan harapan dalam hatinya, bahwa salib bukanlah
akhir semuanya.
Pada saat itu Yesus berkata kepadanya, “Ibu, itulah anakmu.” Sejak saat
itu, Maria menjadi ibu bagi semua orang yang percaya kepada Anaknya dan
mengikuti-Nya. Sejak saat itu, Maria menjadi bunda Gereja, bunda semua orang
beriman dan bunda semua umat manusia. Bagi para Karmelit juga, Maria senantiasa
menjadi pelindung, ibu dan saudara. Dalam tradisi Karmel, yang terabadikan
dalam lagu Flos Carmeli, Maria
disebut mater mitis atau Bunda yang
lembut dan penuh kasih. Relasi para Karmelit dengan Maria, ibunya, adalah
hubungan yang penuh dengan kelembutan dan kasih sayang antara ibu dan anak. Apa
pun yang terjadi terhadap si anak dan ke mana pun ia pergi, sang ibu yang
lembut dan penuh kasih tidak pernah meninggalkannya, tidak pernah berhenti
mencintainya. Begitulah kasih sayang Maria Bunda Karmel kepada anak-anaknya,
kepada semua umat Kristiani dan kepada semua umat manusia. Dia senantiasa menjadi
ibu yang penuh kelembutan dan kasih, yang menyertai anak-anaknya dalam situasi
yang sangat sulit dan kompleks.
Saudara-i, bacaan pertama hari ini memberi kita suatu gambaran akan
harapan. Sang pelayan berkata kepada Elia, “Awan sebesar telapak tangan naik
dari laut.” Saya menganalogikan orang-orang Kristiani masa kini seperti awan
kecil ini. Kita seperti awan sebesar telapak tangan di dunia ini. Kita adalah
minoritas hampir dalam segala bidang; dalam segi jumlah, kekuatan, kesempatan
dan peralatan. Kita tidak memiliki perlengkapan senjata; tidak memiliki
apa-apa. Kita hidup di antara kekuatan-kekuatan besar ekonomi, politik dan
raksasa konsumerisme. Umat Kristiani hanya seperti embun sebesar telapak
tangan. Para Karmelit hanya seperti embun, barangkali jauh lebih kecil lagi
dari telapak tangan. Demikian juga dengan keluarga-keluarga semua umat
Kristiani di tengah-tengah masyarakat, hanya seperti setitik embun di tengah
kemarau panjang. Akan tetapi, seperti dikatakan uskup agung Vietnam F.X. Nguyen
van Thuan, “Kita mengandalkan nama Tuhan. Kekuatan-kekuatan dunia ini akan jatuh
satu per satu. Jangan takut!”
Kita adalah saksi-saksi harapan, iman dan cinta kasih, meskipun hanya
sebesar awan berukuran telapak tangan. Maria Bunda Karmel selalu menjadi
teladan yang sempurna yang tak pernah kehilangan harapan. Dia senantiasa
menjadi awan harapan bagi dunia ini. Dalam diri Bunda Maria kita menemukan
gambaran sempurna akan apa yang kita inginkan dan harapkan. Hidup bersama dia
dan meneladannya, kita selalu belajar untuk tinggal di hadirat Allah. Dia
tinggal di antara kita sebagai ibu dan saudari yang senantiasa memerhatikan
kebutuhan-kebutuhan kita, senantiasa berjaga, berharap, merasakan dukacita dan
sukacita hidup kita.
Skapulir Karmel adalah tanda cinta kasih keibuan dan perlindungan Maria
yang melekat dalam hati kita. Kita lanjutkan perjalanan kita; jangan takut,
meskipun kita hanyalah awan sebesar telapak tangan. Semoga Maria Bunda Karmel
senantiasa menyertai kita dalam perjalanan hidup kita, dan kita senantiasa menjadi
awan harapan, cinta kasih dan iman. Tuhan memberkati.
Salamanca-Spanyol,
16 Juli 2015
Pastor Lamtarida
Simbolon, O.Carm
(Homili pada Hari
Raya Santa Maria Bunda Karmel di gereja Santo Andreas, Salamanca)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar