Sabtu, 23 Mei 2015

Homili terakhir Beato Óscar Romero

Homili terakhir Beato Óscar Romero


Kali ini saya tidak ingin menulis renungan atau homili saya sendiri, melainkan homili terakhir dari Beato Óscar Romero, yang hari ini (23 Mei 2015) dibeatifikasi di San Salvador, Amerika Latin. Sebelumnya, saya ingin menuliskan sejarah hidupnya secara singkat.

Óscar Romero lahir di Ciudad Barrios, El Salvador, 15 Agustus 1917. Ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 4 April 1942, dan sebagai uskup ditahbiskan pada 21 Juni 1970. Meninggal dunia karena ditembak mati pada tanggal 24 Maret 1980 pada usia 62 tahun. Dibeatifikasi pada tanggal 23 Mei 2015. Peringatan liturgi Beato Óscar Romero jatuh pada tanggal 24 Maret.

Uskup Romero (uskup agung San Salvador 1977-1980) adalah seorang pembela hak-hak kaum miskin. Selama kurang-lebih 12 tahun (1980-1992) terjadi perang sivil di negara El Salvador yang menumpahkan banyak darah dan merenggut kurang-lebih 80.000 nyawa dan 12.000 hilang (menurut BBC). Melalui homili-homilinya, Uskup Romero tidak takut mengkritik pemerintah yang menurutnya tidak membela malahan membunuh para petani, membunuh orang-orang miskin. Sehari sebelum ia ditembak mati, tepat pada hari Minggu Palma 23 Maret 1980, dia berkhotbah di gereja katedral sebagai berikut:

“Saya ingin meminta secara khusus kepada para tentara. Secara konkret saya minta kepada  Tentara Nasional, polisi dan barak-barak tentara. Saudara-saudara, Anda membunuh saudara-saudari Anda sendiri, para petani, yang berasal dari daerah yang sama dengan Anda. Sebelum melakukan hukum yang diberikan manusia, Anda harus lebih dahulu menaati hukum Allah yang berbunyi: Jangan membunuh! Seorang prajurit tidak harus menaati hukum yang melawan hukum Allah. Tak seorang pun harus menaati hukum yang tak bermoral. Sekarang waktunya untuk membangkitkan hati nurani, menaatinya daripada menuruti hukum dosa.

Gereja, sebagai pembela hak-hak Allah, hukum-hukum Allah, pembela martabat dan pribadi manusia, tidak bisa tinggal diam di hadapan begitu banyak kekejaman. Kami ingin pemerintah secara serius menanggapi bahwa pembaruan-pembaruan tidak ada artinya kalau harus dibayar dengan begitu banyak pertumpahan darah. Dalam nama Tuhan dan dalam nama penderitaan begitu banyak rakyat, yang jeritannya setiap hari meraung-raung naik ke surga, saya memohon kepada Anda, saya meminta kepada Anda, saya memerintahkan Anda dalam nama Tuhan: hentikan penindasan.”

Pada hari Senin 24 Maret 1980, sehari setelah Minggu Palma saat ia menyampaikan homili terakhir yang sangat keras itu, pada sore hari, ia merayakan misa di kapel rumah sakit Providencia Dei di San Salvador. Sesaat sebelum konsekrasi suci, sebuah peluru menembus jantungnya. Darah Yesus dalam Ekaristi itu bercampur menjadi satu dengan darah Óscar Romero. Pada hari ini (23 Mei 2015), 35 tahun sejak ia dibunuh, Romero dibeatifikasi di San Salvador dengan dihadiri sekitar 250.000 orang. Memang tepatlah seperti Mazmur tanggapan yang dinyanyikan pada hari beatifikasinya ini: "Orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan sorak-sorai." (Mazmur 126:5).

Pada suatu kali dia berkata, “Jika mereka membunuhku, aku akan bangkit kembali dalam diri orang-orang Salvador.” Kini, Romero bangkit bukan hanya dalam diri orang-orang Salvador, melainkan di hati begitu banyak umat Kristiani di seluruh dunia. Kita harus belajar banyak darinya, bagaimana menjadi orang Kristiani yang sejati, bagaimana berkhotbah melalui kata-kata dan hidup kita, bagaimana menjadi saksi Kristus dan mewartakan kebenaran tanpa takut terhadap pihak-pihak yang menginjak-injak kebenaran, dan juga bagaimana menjadi orang Kristiani yang membela hak-hak orang miskin dan tertindas. Beato Óscar Romero, doakanlah kami!

Salamanca-Spanyol, 23 Mei 2015
Selamat Hari Pentakosta
Pastor Lamtarida Simbolon, O.Carm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar