Minggu, 09 Agustus 2015

CAMPUR TANGAN TUHAN DALAM KEPUTUSASAAN ELIA

CAMPUR TANGAN TUHAN DALAM KEPUTUSASAAN ELIA

Dalam bacaan pertama hari ini kita mendengar kisah tentang keputusasaan Elia. Nabi Elia, yang besar dan terkenal itu, dalam kisah ini ternyata begitu rapuh dan sangat manusiawi. Dia telah mengalahkan 450 orang nabi palsu, akan tetapi di hadapan seorang perempuan, Izabel, yang ingin membunuhnya, dia begitu takut lalu lari ke padang gurun. Dan di situ, di bawah pohon arar, dia ingin mati. Dia berkata, “Cukuplah itu. Sekarang TUHAN, ambillah nyawaku sebab aku tidak lebih baik dari pada nenek moyangku.”

Elia tidak hanya ingin bersembunyi dari Izabel, melainkan ingin lari dari misinya, dari tugas kenabiannya, dari hidupnya. Dia yang telah bertempur melawan nabi-nabi Baal, yang sudah berjuang mewartakan Firman Tuhan selama sekian lama, akhirnya sampai pada kesimpulah bahwa tidak ada perubahan apa-apa pada umat Israel; orang-orang tetap tidak mau mendengarkan Tuhan; situasi tetap tidak berubah; dan Elia mengira bahwa dia telah gagal sebagai nabi, seperti para nabi terdahulu. Dengan semua beban itu, Elia mengalami kesepian dan kesendirian, mengalami malam-malam gelap rohani dan berada dalam keragu-raguan, lalu ingin mati di padang gurun.

Akan tetapi, ketika Elia sedang tidur, datanglah seorang malaikat membawa makanan dan minuman kepadanya. “Bangunlah, makanlah!” katanya. Tindakan malaikat ini mau mengatakan bahwa Tuhan campur tangan dalam keputusasaan Elia. Tuhan tidak pernah berhenti mencintai Elia meskipun dia rapuh, lemah dan ingin lari dari misinya. Elia makan dan minum, lalu tidur kembali. Itu berarti, Elia tetap ingin mati. Dia masih tetap berada dalam keputusasaannya. Malaikat Tuhan datang untuk keduakalinya membawa makanan dan minuman dan berkata, “Bangunlah! Makanlah! Sebab kalau tidak, perjalananmu nanti terlalu jauh bagimu.” Tuhan tidak hanya ingin agar Elia tetap hidup, melainkan ingin agar ia melanjutkan perjalanannya, misinya dan hidupnya. Lalu Elia berjalan selama empat puluh hari lamanya sampai ke gunung Tuhan, dan di situ ia mengalami kehadiran Allah di gunung Horeb. Pengalaman akan perjumpaan dengan Allah itu terjadi bukan dalam angin taufan, bukan dalam gempa, bukan dalam api, melainkan dalam angin sepoi-sepoi basa.

Kita semua memiliki pengalaman akan keraguan, kegagalan dan keputusasaan; bisa saja karena masalah yang tidak pernah selesai, karena penyakit seorang anggota keluarga kita yang tidak sembuh-sembuh, atau karena banyak hal lain. Kadang-kadang dalam hidup para kaum religius, ada romo, biarawan-biarawati yang meninggalkan panggilannya, meninggalkan tanggung-jawabnya dan mengubah pilihan hidupnya. Kadang-kadang, ada juga pasangan suami-istri yang meninggalkan pilihan dan tanggung-jawabnya, sampai kepada perceraian. Ketika hal-hal seperti ini terjadi, orang mengalami keputusasaan seperti Elia, ingin lari dari tangggung-jawab, lari dari hidupnya, dan bahkan ada yang menginginkan kematian.

Bacaan pertama hari ini mewartakan kepada kita bahwa Tuhan tidak pernah berhenti mencintai kita. Tuhan tetap mencintai Elia meskipun dia rapuh, lemah, putus asa. Tuhan menjaganya dan memberinya makan. Meskipun kita lemah, pendosa, Tuhan tidak pernah berhenti mencintai kita. AbbĂ© Pierre mengatakan, “Beriman itu bukan hanya percaya kepada Tuhan, melainkan percaya bahwa Tuhan mencintaiku.” Meskipun kita bersembunyi dari tanggung-jawab kita, berada dalam padang gurun keputusasaan, Tuhan mencintai kita, menjaga dan memberi kita makan. Dia mengundang kita untuk kembali meneruskan perjalanan dan panggilan hidup kita. Dia tetap mengundang kita untuk kembali berjuang menjadi orang kristiani yang beriman, menjadi orang tua, imam, biarawan-biarawati, atau apapun panggilan hidup kita. Dia senantiasa memberi kita makanan kehidupan melalui Ekaristi, Sabda dan pengalaman-pengalaman pribadi perjumpaan dengan dia. Seperti dikatakan dalam Injil hari ini, Yesus adalah roti kehidupan yang turun dari surga bagi kehidupan dunia. Yesus adalah hadiah yang paling besar bagi kita semua. Amin.


Salamaca-Spanyol, 9 Agustus 2015



Pastor Lamtarida Simbolon, O.Carm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar